Verifikator Independen Jamkesmas

Verifikator Independen Jamkesmas Menyongsong BPJS 2014 


1.1.        Latar Belakang
Kesehatan bukanlah segalanya namun tanpa keadaan sehat segalanya akan tidak berarti. Segala aktifitas tidak dapat mencapai tujuan yang optimal tanpa didukung dengan keadaan yang sehat. Keadaan sehat sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Kesehatan No. 36 tahun 2009 adalah
keadaan yang mencerminkan individu untuk dapat hidup secara produktif dari aspek fisik, mental dan spiritual baik dalam tatanan sosial dan ekonomis. Perwujudan keadaan sehat merupakan salah satu upaya pembangunan suatu negara dengan menciptakan derajat kesehatan masyarakat yang optimal.
Keadaan sehat dipengaruhi oleh banyak faktor yang menurut konsep Hendrik L. Bloom (1974) mencakup 4 faktor yaitu lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan dan hereditas (keturunan). Pelayanan kesehatan merupakan salah satu upaya yang perlu diwujudkan untuk dapat mendukung pencapaian derajat kesehatan. Pelayanan kesehatan dimaksudkan dengan segala aktifitas yang ditujukan untuk mewujudkan dan memenuhi kebutuhan individu akan keadaan yang sehat sebagaimana yang diamanatkan UU Kesehatan.
Perwujudan keadaan sehat dengan pelayanan kesehatan dilakukan dengan upaya peningkatan kuantitas dan kualitas jasa pelayanan yang diberikan kepada masyarakat dan mencakup aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Aspek kuantitas dinyatakan bahwa pelayanan kesehatan yang diberikan bersifat menyeluruh dimana dapat memenuhi kebutuhan seluruh lapisan masyarakat. Sedangkan pada aspek kualitas bahwa pelayanan kesehatan harus diberikan oleh tenaga profesional sehingga berbagai masalah kesehatan yang terjadi dalam masyarakat mendapat penanganan yang segera dan tepat.
Penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang berkualitas diwujudkan dengan peningkatan keterampilan dan pengetahuan petugas sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan, namun pelayanan yang berkualitas tersebut belum merata dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Akses terhadap pelayanan kesehatan merupakan salah satu kendala yang masih perlu mendapat perhatian. Lokasi pelayanan yang masih jauh dari jangkauan pemukiman masyarakat serta pelayanan kesehatan yang masih berbayar bahkan terciptanya dogma dalam masyarakat bahwa kesehatan adalah produk yang mahal sehingga, pelayanan kesehatan yang diselenggarakan masih bersifat komersial. Terjadi tawar menawar produk jasa pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Keadaan ini tentunya akan menjadi penghambat dalam pencapaian tujuan pembangunan kesehatan.
Jaminan pelayanan kesehatan masyarakat yang selanjutnya di singkat Jamkesmas merupakan salah satu program yang diluncurkan pemerintah untuk mengurangi bahkan menghilangkan beban biaya masyarakat untuk memperoleh pelayanan kesehatan. Jamkesmas pada dasarnya telah dilakukan sebelumnya dalam berbagai bentuk asuransi pelayanan kesehatan yang lain seperti jaminan sosial tenaga kerja (Jamsostek) dan asuransi pelayanan kesehatan yang dikelola oleh PT. Askes. Pelaksanaan program Jamkesmas pada awalnya masih menemukan kendala khususnya dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat akan pelayanan yang berkualitas dan murah. Adanya pengurangan beban biaya melalui mekanisme pensubsidian pembiayaan pembangunan dalam bidang kesehatan masih belum dapat memeratakan pelayanan kesehatan kepada seluruh masyarakat. Berdasarkan hal tersebut, sejak tahun 2008, jamkesmas kemudian diambil alih pengelolaannya oleh kementrian kesehatan melalui departemen Pengelola Pembiayaan Jaminan Kesehatan (PPJK) Departemen Kesehatan RI dengan tetap bekerjasama kepada pihak PT. Askes kususnya dalam aspek keanggotaan.
Pengelolaan Jamkesmas oleh PPJK sudah membebaskan keseluruhan pembiayaan masyarakat untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang menyebabkan terjadinya pelonjakan jumlah pasien di pelayanan kesehatan. Berbagai masalah kesehatan yang dikeluhkan oleh masyarakat dapat dilaksanakan oleh seluruh pelayanan kesehatan dengan tidak memberatkan biaya kepada pasien. Keadaan ini tentunya akan mendukung perwujudan tujuan pembangunan kesehatan menuju masyarakat yang sehat.
Penyelenggaraan program Jamkesmas oleh PPJK telah memberikan manfaat yang cukup besar terhadap pemenuhan kebutuhan masyarakat khususnya masyarakat ekonomi bawah (masyarakat miskin) dalam pemenuhan kebutuhannya akan kesehatan. Namun keberhasilan dari pelaksanaan program tersebut tidak lepas dari peran dari berbagai sektor yang menunjang kehandalan dan pendistribusian pelayanan kesehatan yang merata keseluruh lapisan masyarakat.
Verifikator independen merupakan salah satu unsur penting yang menjadi penggerak untuk menentukan keberhasilan program Jamkesmas di masyarakat. Hal ini didasarkan atas keakuratan dan keabsahan program yang telah dilaksanakan dimana bahwa pelayanan kesehatan telah diterima oleh masyarakat khususnya kelompok kurang dan tidak mampu. Pemeriksaan kelengkapan dan keabsahan administrasi kasus (klaim) yang ditentukan pihak pengelola pelayanan kesehatan dalam hal ini rumah sakit dapat dibuktikan dengan penempatan tenaga verifikasi di tingkat pelayanan kesehatan penjamin. Adanya kesalahan dan ketidaklengkapan berkas ajuan klaim akan memberi dampak terjadinya pemborosan terlebih penyembunyian penggunaan dana Jamkesmas oleh pihak penyelenggara pelayanan kesehatan. Berdasarkan hal tersebut sehingga peran tenaga verifikator independen sangat dibutuhkan untuk menunjang keberhasilan pelaksanaan program Jamkesmas yang proporsional, bertanggungjawab dan akuntabel.
Peran tenaga verifikator independen Jamkesmas (VIJ) tidak terlepas hanya pada pemeriksaan kebenaran dan keabsahan berkas klaim yang diajukan pihak penyelenggara pelayanan kesehatan. Berbagai masalah yang dapat menjadi penghambat keberhasilan pelaksanaan program dapat ditangani pada tingkat pelayanan kesehatan. Adanya kesalahpemahaman informasi yang terjadi di tingkat pelayanan kesehatan dengan pihak pengelola Jamkesmas dapat diakomodasi oleh tenaga VIJ yang telah di tempat pada penyelenggara pelayanan kesehatan. Berdasarkan hal tersebut sehingga, penulis mengajukan beberapa pemahaman akan pentingnya tenaga verifikator independen (VI) untuk mendukung keberhasilan di tingkat program asuransi pelayanan kesehatan secara khusus dan mendukung pencapaian tujuan pembangunan kesehatan secara umum.

1.2.        Tujuan Penulisan
1.2.1.   Tujuan Umum
Tulisan ini disusun untuk memberikan pemahaman dan gambaran tentang peran tenaga verifikator independen dalam program pembiayaan pelayanan kesehatan khususnya Jamkesmas
1.2.2.   Tujuan Khusus
a.    Tulisan ini disusun untuk menjelaskan keberadaan tenaga verifikator independen dalam program Jamkesmas
b.    Tulisan ini disusun untuk menjelaskan tugas dan fungsi tenaga verifikator independen dalam program Jamkesmas
c.    Tulisan ini disusun untuk menjelaskan peran tenaga verifikator independen dalam mendukung program Jamkesmas menuju good corporate governance
1.3.        Manfaat Penulisan
1.3.1.   Tulisan ini diharapkan akan menjadi masukan bagi pihak pemerintah baik daerah maupun pusat khususnya di tingkat Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Kementrian Kesehatan RI dalam pengelolaan program Jamkesmas
1.3.2.   Tulisan ini akan menjadi sumber informasi dan menambah pengetahuan tentang program Jamkesmas dan pentingnya keberadaan verifikator independen untuk menunjang keberhasilan

2.1.        Verifikasi Klaim dan Verifikator Independen Program Jamkesmas
Verifikasi secara harfiah dimaksudkan dengan suatu tindakan pemeriksaan dan ataupun penelitian yang ditujukan untuk menilai kebenaran terhadap suatu hal atau peristiwa. Berdasarkan pemahaman tersebut, kegiatan verifikasi merupakan kegiatan yang mutlak dilakukan baik pada tingkat individu maupun organisasi untuk mencegah terjadinya kesalahan ataupun ketimpangan suatu keadaan termasuk peristiwa yang ditemukan ataupun penghambat proses kerja organisasi.
Kegiatan pemeriksaan kebenaran tersebut mempunyai arah yang berbeda-beda berdasarkan kebutuhan ataupun latar belakang konsep keilmuan dari hal yang akan diverifikasi sehingga verifikasi akan berbeda jika objek yang diverifikasi juga berbeda. Dalam bidang hukum, verifikasi dilakukan biasanya berhubungan dengan adanya suatu kasus hukum atau berkas perkara yang diajukan di tingkat peradilan. Dalam bidang ekonomi, verifikasi dilakukan pada segala hal yang berkaitan dengan perkembangan dan perubahan keadaan ekonomi, begitupun dalam bidang kesehatan juga menghendaki adanya pemeriksaan tersebut dengan diangkatnya tenaga verifikator independen seperti pada pelaksanaan program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas).
Di tingkat organisasi, pemeriksaan dan penelitian kebenaran tersebut biasanya dilakukan oleh individu yang dipilih oleh organisasi yang bersangkutan dan disebut sebagai verifikator. Verifikator tersebut akan mendapatkan informasi sehubungan dengan aspek yang akan diverifikasi termasuk tindakan-tindakan yang diambil dalam proses verifikasi nantinya. Kegiatan ini tidak lepas pula dalam pelaksanaan program kerja organisasi, seperti halnya program jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat dengan Jamkesmas memerlukan tenaga verifikator untuk dapat melakukan penilaian, pemeriksaan, pengamatan dan penelitian terhadap kebenaran ajuan klaim atas pelayanan peserta yang telah diberikan institusi pelayanan kesehatan.
Verifikator atau tenaga pelaksana verifikasi adalah individu yang memiliki pengetahuan dan kemampuan melakukan verifikasi administrasi klaim meliputi kepesertaan pelayananan kesehatan, keuangan dan kemampuan melakukan verifikasi secara profesional sesuai tugas dan tangung jawabnya serta telah mengikuti pelatihan. Tenaga pelaksana verifikasi ini diangkat melalui SK Kepala Dinas Kesehatan Propinsi dan di tempatkan oleh Tim Rekrutmen Kabupaten/Kota ke rumah sakit atau fasilitas kesehatan dalam wilayah Kabupaten/Kota masing-masing.
Tenaga yang melakukan pemeriksaan dalam program Jamkesmas dikenal dengan nama verifikator independen. Verifikator independen program Jamkesmas terdiri dari verifikator tingkat pusat  di Ibu Kota Negara dan verifikator tingkat Propinsi/Kabupaten/Kota. Kemudian verifikator tingkat Propinsi/Kabupaten/Kota ini dibedakan lagi atas verifikator di tingkat Dinas Kesehatan Propinsi/Kabupaten/Kota dan verifikator di tingkat rumah sakit. Verifikator indepenen melakukan pemeriksaan dan penelitian terhadap berkas ajuan klaim baik oleh puskesmas, rumah sakit dan pelayanan kesehatan lainnya yang terjaring dalam program Jamkesmas.
Verifikasi klaim di tingkat puskesmas merupakan tanggung jawab verifikator di tingkat Dinas Kesehatan Propinsi/Kabupaten/Kota sedangkan verifikasi klaim di tingkat rumah sakit dilakukan oleh tenaga verifikator independen yang telah ditempatkan di seluruh rumah sakit se-Indonesia. Jumlah rumah sakit yang tersebar di seluruh Indonesia sampai tahun 2012 adalah sebanyak 1100 buah. Banyaknya rumah sakit tersebut sehingga menghendaki kementrian kesehatan RI mengangkat tenaga verifikator independen di tingkat rumah sakit sehingga pemeriksaan dan penelitian terhadap berkas klaim yang diajukan dapat dengan segera mendapat penanganan dan mencegah terjadinya keterlambatan pemberian dana atas pelayanan yang diberikan rumah sakit.
Verifikator independen dimaksudkan bahwa tenaga pemeriksa di tingkat rumah sakit bukan berasal dari rumah sakit, non PNS dan sifatnya tidak terikat sehingga mengurangi kemungkinan adanya penyimpangan dalam pengajuan klaim di tingkat rumah sakit. Verifikator independen rumah sakit bekerja atas tanggung jawab yang dilimpahkan kepadanya dengan tidak berpihak kepada rumah sakit sehingga hasil pemeriksaan nantinya sesuai dengan keadaan sebenarnya yang terjadi di lapangan, benar, lengkap dan bukan adanya unsur kesengajaan.
Jumlah tenaga verifikator independen rumah sakit yang diangkat oleh Kementrian Kesehatan RI sampai tahun 2012 adalah mencapai 2120 orang. Jika dibandingkan dengan beban kerja dan cakupan rumah sakit yang melayani Jamkesmas, bahwa jumlah tenaga verifikator independen rumah sakit masih terasa kurang. Hal ini dibuktikan dengan masih banyaknya dari para verifikator independen yang menangani lebih dari 1 rumah sakit. Keefektifan dan efisiensi program jamkesmas di tingkat rumah sakit kiranya memerlukan perhatian dimana seyogyanya di tiap rumah sakit harus ditempatkan minimal 2 orang tenaga verifikator independen untuk melakukan pemeriksaan dan penelitian terhadap berkas ajuan klaim rumah sakit.

2.2.        Tugas dan Fungsi Tenaga Verifikator Independen
Berdasarkan buku panduan pelatihan tenaga verifikator independen Jamkesmas tahun 2011, tugas tenaga pelaksana verifikasi adalah
1.    Memeriksa kebenaran identitias peserta program jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat
2.    Memastikan adanya surat rujukan dari PPK
3.    Memastikan keabsahan dokumen kepesertaan
4.    Memastikan dikeluarkannya data entri rekap pengajuan klaim oleh petugas rumah sakit sesuai dengan format pengajuan klaim
5.    Meneliti kebenaran penulisan paket/diagnosa, prosedur, No kode
6.    Mengecek kebenaran penulisan paket/diagnosa, prosedur, No kode
7.    Memastikan formulir pengajuan klaim disetujui penanggungjawab PPK
8.    Memastikan dikirimnya rekapitulasi pengajuan klaim yang dtandai oleh Direktur RS/BKMM/BBKPM/BKPM/BP4/BKIM ke Depkes RI, tembusan tim pengelola Kabupaten/Kota
9.    Membuat laporan rekapitulasi klaim dan realisasi pembayaran klaim RS/BKMM/BBKPM/BKPM/BP4/BKIM ke Depkes RI dan ke tim pengelola Kabupaten /Kota
10. Bertanggung jawab terhadap hasil verifikasi yang telah dilakukan
Tugas yang diemban oleh tenaga verifikator independen dilaksanakan berdasarkan kewajiban yang diberikan kepadanya yaitu :
1.    Melaksanakan tugas terhitung sejak tanggal keputusan penganggkatan sebagai tenaga pelaksana verifikasi di rumah sakit/PPK di Propinsi/ Kabupaten /Kota sampai bulan Desember tahun berjalan
2.    Melaksanakan tugas sesuai dengan pedoman pelaksanaan dan petunjuk teknis program jamkesmas yang telah ditetapkan
3.    Melaksanakan tugas dengan semangat dan pengabdian tinggi
4.    Mematuhi jam kerja kedinasan sesuai ketentuan yang berlaku di lingkungan tempat tugas
5.    Mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan
6.    Tidak meninggalkan tugas lebih dari 2 hari tanpa atau dengan pemberitahuan terlebih dahulu, kecuali dengan alasan yang sangat mendesak dan dapat diterima
7.    Mengembalikan penghasilan yang pernah diterima apabila melakukan pemutusan hubungan kerja secara sepihak tanpa atau dengan pemberitahuan terlebih dahulu
8.    Melaporkan hasil kerja pelaksanaan verifikasi setiap bulannya kepada tim pengelola propinsi melalui tim pengelola Kabupaten /Kota
Keberhasilan pelaksanaan tugas dan kewajiban oleh tenaga verifikasi dapat dinilai berdasarkan :
1.    Laporan pekerjaan verifikasi klaim yang diajukan oleh rumah sakit (jumlah pasien rawat jalan dan rawat inap tingkat lanjut
2.    Laporan daftar kehadiran (absensi)
3.    Tenggat waktu pengiriman laporan
Tenggat waktu penyelesaian kerja verifikasi kalim paling lambat 10 hari kerja pada bulan berikutnya
Berdasarkan tugas dan kewajiban tenaga verifikator independen diatas, keberhasilan pemeriksaan yang dilakukan akan mempengaruhi keberhasilan program pembiayaan pelayanan kesehatan khususnya program Jamkesmas. Sehingga kebutuhan akan tenaga verifikator independen dalam program pembiayaan pelayanan kesehatan masih diperlukan meskipun terjadinya perubahan jenis program pembiayaan yang dilakukan. Perubahan sistem struktural pelaksanaan pembiayaan kesehatan yang menuju Badan Pengelola Jaminan Sosial (BPJS) 2014, keberadaan verifikator independen khususnya dalam pembiayaan pelayanan kesehatan harus tetap di pertahankan mengingat keterampilan dan pengetahuan yang telah dimiliki dan tidak menjadi penghambat dalam pencapaian keberhasilan program pembiayaan kesehatan.

2.3.        Peran Tenaga Verifikator Independen Menuju Jaminan Pelayanan Kesehatan yang Good Corporate Governance
Penjaminan pelayanan kesehatan telah dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kesehatan sejak tahun 2005 yang diawali dengan program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan bagi Masyarakat Miskin/JPKMM atau lebih dikenal dengan program Askeskin (2005-2007) yang kemudian berubah nama menjadi program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) sejak tahun 2008 sampai dengan sekarang. JPKMM/Askeskin, maupun Jamkesmas kesemuanya memiliki tujuan yang sama yaitu melaksanakan penjaminan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat miskin dan tidak mampu dengan menggunakan prinsip asuransi kesehatan sosial.
Pembiayaan pelayanan kesehatan melalui program Jamkesmas bertujuan untuk memberikan kemudahan dan akses pelayanan kesehatan kepada peserta di seluruh jaringan fasilitas kesehatan Jamkesmas. mendorong peningkatan pelayanan kesehatan yang terstandar bagi peserta, tidak berlebihan sehingga terkendali mutu dan biayanya dan terselenggaranya pengelolaan keuangan yang transparan dan akuntabel. Pelaksanaan program ini mengikuti prinsip-prinsip penyelenggaraan sebagaimana yang diatur dalam UU SJSN, yaitu dikelola secara nasional, nirlaba, portabilitas, transparan, efisien dan efektif.
Program Jamkesmas memberikan perlindungan sosial di bidang kesehatan untuk menjamin masyarakat miskin dan tidak mampu terhadap pemenuhan kebutuhan dasarnya atas kesehatan. Program ini menjadi tanggung jawab bersama oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota dalam mewujudkan pelayanan yang optimal. Program ini ditujukan untuk tetap menjaga kesinambungan pelayanan kesehatan terutama bagi masyarakat miskin dan tidak mampu serta pemerataan pelayanan kesehatan kepada seluruh elemen masyarakat.
Penyelenggaraan Program Jamkesmas dilaksanakan menuju good coporate governance sehingga pelaksanaanya dibedakan dalam dua kelompok berdasarkan tingkat pelayanannya yaitu : 1) Jamkesmas untuk pelayanan dasar di puskesmas termasuk jaringannya; 2) Jamkesmas untuk pelayanan kesehatan lanjutan di rumah sakit dan balai kesehatan.
Cakupan pelayanan jamkesmas sampai tahun 2011 telah mengalami peningkatan dimana sejak tahun 2010 telah dilakukan upaya perluasan cakupan, melalui penjaminan kesehatan kepada masyarakat miskin penghuni panti-panti sosial, masyarakat miskin penghuni lapas/rutan serta masyarakat miskin akibat bencana paska tanggap darurat, sampai dengan satu tahun setelah kejadian bencana. Peserta yang telah dicakup sejak tahun 2008 meliputi masyarakat miskin dan tidak mampu yang ada dalam kuota, peserta Program Keluarga Harapan (PKH), gelandangan, pengemis dan anak terlantar. Kementerian Kesehatan saat ini telah mencanangkan Jaminan Kesehatan Semesta pada akhir Tahun 2014, sehingga nantinya seluruh penduduk Indonesia akan masuk dalam suatu Sistem Jaminan Kesehatan Masyarakat (universal coverage).
Pada aspek pelayanan, pada Tahun 2010 diperkenalkan paket INA-DRGs versi 1.6 yang lebih sederhana, lebih terintegrasi serta mudah dipahami dan diaplikasikan, namun demikian pada akhir tahun 2010 dilakukan perubahan penggunaan software grouper dari INA-DRG’s ke INA-CBGs. Seiring dengan penambahan kepesertaan maka perlu perluasan jaringan fasilitas kesehatan rujukan dengan meningkatkan jumlah Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara Tim Pengelola Jamkesmas Kabupaten/Kota dan fasilitas kesehatan rujukan setempat.
Salah satu kendala yang dapat mengancam keberhasilan program jamkesmas adalah sistem kepesertaan di tingkat pelayanan dimana masih terdapatnya penyalahgunaan rekomendasi dari institusi yang berwenang, penyalahgunaan kartu oleh yang tidak berhak, masih ada peserta kesulitan mendapatkan Surat Keabsahan Peserta (SKP) bagi bayi baru lahir dari peserta Jamkesmas, masyarakat miskin penghuni panti sosial dan lapas/rutan, masyarakat miskin korban bencana pasca tanggap darurat.
Peran tenaga verifikator independen sangat berarti sehingga menunjang kelancaran program Jamkesmas khususnya di tingkat institusi pelayanan kesehatan. Keberadaan tenaga verifikator independen pada pelayanan kesehatan akan membantu meminimalisir terjadinya kesenjangan dan kesalahan pihak rumah sakit sebagai pihak pengklaim dan masyarakat sebagai penerima dan pengguna jamkesmas. Selain itu, tenaga verifikator independen dapat menjadi penghubung komunikasi yang efektif terhadap adanya kendala-kendala lapangan di tingkat institusi pelayanan kesehatan dalam pelaksanaan program Jamkesmas, sehingga terjadi keselarasan, keserasian dan kesinambungan pelayanan kepada masyarakat.
Pelaksanaan program Jamkesmas di tingkat institusi pelayanan kesehatan khususnya rumah sakit menggunakan pengkodean INA-DRG’s yang telah beralih ke INA-CBG’s dan telah dijalankan dalam bentuk software XAMPP. Pengetahuan, pemahaman dan keterampilan dalam penggunannya merupakan syarat sehingga berkas klaim ajuan rumah sakit tidak mengalami keterlambatan. Tenaga verifikator independen merupakan tenaga handal yang telah didik untuk menggunakan software tersebut sehingga meskipun dengan adanya pengangkatan tenaga baru, pihak pengelola jamkesmas di tingkat pusat harus mengelurkan biaya tambahan terutama memberikan pelatihan ulang kepada tenaga baru tersebut. Keadaan ini tentunya akan menjadi momok terhadap pemborosan dana pengelolaan Jamkesmas sehingga wujud jamkesmas yang good corporate governance belum tercapai secara optimal.
Program Jamkesmas merupakan perubahan dari program Askeskin sebelumnya yang kemudian akan beralih fungsi lagi menjadi sistem baru dalam naungan Badan Pengelola Jaminan Sosial (BPJS) sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional No. 40 Tahun 2004. Pengalihan fungsi Jamkesmas ke BPJS dilakukan sepenuhnya untuk tetap memberikan jaminan atas pelayanan kesehatan masyarakat khususnya masyarakat miskin dan tidak mampu.
Pengalihan fungsi Jamkesmas dalam BPJS akan berdampak pada perubahan tatanan sistem struktural pengelolaan jaminan pelayanan kesehatan. Keadaan ini mencerminkan terjadinya disentegrasi beberapa sub sistem yang telah dibangun sebelumnya. Khusus pada tenaga verifikator independen dalam program Jamkesmas tidak terlepas dari adanya perombakan ataupun pemangkasan dari beberapa sub-sub sistem dibawahnya. Keadaan ini tentunya akan memperkecil tingkat kuantitas ketenagaan pelaksanaan pogram jaminan kesehatan itu sendiri. Terjadinya pengurangan tenaga tersebut, seyogyanya dapat berdampak pada stagnansi program di tingkat daerah khususnya Kabupaten/Kota. Keterlambatan dalam pengajuan klaim menjadi salah satu masalah yang akan menghambat keberhasilan capaian program. Hal ini juga berkaitan dengan adanya perubahan sistem baru yang tidak diiringi dengan penggunaan tenaga lama terlebih lagi jika terjadi pengurangan kuantitas ketenagaan.

3.1.        Kesimpulan
3.1.1.   Program Jamkesmas merupakan program peralihan dari Askeskin pada tahun 2005 – 2007 yang bertujuan untuk memberikan jaminan pelayanan kesehatan kepada masyarakat miskin dan tidak mampu dalam pemenuhan kebutuhannya akan kesehatan dan akan beralih dalam sistem Badan Pengelola Jaminan Sosial (BPJS) Tahun 2014
3.1.2.   Tenaga verifikator independen adalah individu yang memiliki pengetahuan dalam verifikasi administrasi klaim pelayanan kesehatan dalam program jamkesmas mencakup kepesertaan pelayananan kesehatan, dan keuangan
3.1.3.   Keberhasilan program Jamkesmas khususnya di tingkat institusi pelayanan kesehatan tidak terlepas dari adanya peran sub-sistem dalam hal ini verifikator independen sebagai pemeriksa dan penilaian kelengkapan dan kebenaran administrasi
3.1.4.   Tenaga verifikator independen Jamkesmas telah terlatih dan memiliki pengetahuan dalam kegiatan verifikasi klaim pelayanan kesehatan di tingkat rumah sakit sebagai sub-sistem yang menunjang pelaksanaan program jaminan pelayanan kesehatan menuju good corporate governance

3.2.        Rekomendasi
3.2.1.   Tenaga verifikator independen memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam verifikasi klaim rumah sakit berdasarkan kode penyakit ICD MR dalam kode INA-DRG dan INA-CBG’s sehingga perlu dipertahankan dalam lingkup pengelola pembiayaan pelayanan kesehatan
3.2.2.   Jumlah tenaga verifikator independen masih belum memenuhi cakupan pelayanan penyelenggara jaminan pelayanan kesehatan sehingga perlu di tingkat kuantitasnya untuk menunjang program pembiayaan pelayanan kesehatan yang good corporate governances
3.2.3.   Perubahan sistem jaminan pelayanan kesehatan di tahun 2014 yang beralih fungsi dalam Badan Pengelola Jaminan Sosial, sekiranya tenaga verifikator masih dilibatkan baik dalam sistem maupun pelaksanaan program jaminan kesehatan yang baru.


DAFTAR PUSTAKA


BPS. 2012. Statistik Indonesia 2011. www.bps.go.id. Akses 20 Maret 2012.

Depkes RI. 2012. Permenkes RI No. 903/MENKES/PER/V/2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Masyarakat. Kementrian Kesehatan RI. Jakarta.

Lembar Negara. Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.

Lembar Negara. Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

Sulastomo. 2003. Manajemen Kesehatan. Alfabeta. Bandung.


ARTIKEL TERKAIT:

Entri Populer