KEADAAN MASALAH GIZI INDONESIA
Beberapa
masalah gizi yang masih menjadi perhatian dalam pembangunan kesehatan di
Indonesia mencakup kurang energi protein, kurang vitamin A, gangguan akibat
kurang Iodium, anemia gizi besi dan masalah gizi lebih.
A.
Kurang Energi Protein
Berdasarkan hasil
riset kesehatan dasar (Riskesdas) 2010 menunjukkan besaran masalah gizi di
Indonesia yaitu gizi kurang sebesar 17,9%, pendek 35,6%, kurus 13,3% dan gemuk
14,2%. Capaian gizi kurang tersebut telah mengalami penurunan sebesar 0,5% jika
dibandingkan dengan data Riskesdas 2007 (18,4%).
Beberapa aspek yang
terkait dengan gizi kurang lebih difokuskan pada kelompok berisiko tinggi
terkhusus lagi pada kelompok balita. Sehingga fokus upaya penanggulangan di
tujukan pada upaya peningkatan cakupan penimbangan BB balita, cakupan pemberian
ASI eksklusif, dan perawatan gizi buruk.
1. Cakupan balita ditimbang berat badannya (D/S)
Pada tahun 2012, secara nasional, rata-rata cakupan
D/S mencapai 75,1%, namun jika ditinjau data propinsi ditemukan 23 propinsi
yang belum mencapai target 75%.
2. Cakupan pemberian ASI eksklusif
Cakupan ASI eksklusif pada tahun 2012 berdasarkan
laporan sementara SDKI 2012 sebesar 42% yang telah mengalami kenaikan 10% dari
tahun 2007.
3. Perawatan gizi buruk
Gizi buruk seringkali disertai dengan penyakit
infeksi sepreti TB, ISPA, diare dan lain-lain. Risiko kematian anak gizi buruk
17 kali lipat dibandingkan dengan anak normal.
Jumlah kasus gizi buruk yang ditemukan pada tahun
2012 sebanyak 42.702 kasus dan telah mendapatkan perawatan standar. Kegiatan
yang dilakukan terkait dengan kasus gizi buruk adalah :
a.
Melaksanakan
pelatihan tatalaksana anak gizi buruk bagi petugas kesehatan dari puskesmas dan
rumah sakit
b.
Mendirikan
therapeutic Feeding Centre (TFC) dan community Feeding Centre (CFC) atau
pemulihan gizi berbasis masyarakat (PGBM)
B.
Kurang vitamin A (KVA)
Dari berbagai studi
prevalensi kurang vitamin A subklinis telah menunjukkan penurunan yang
signifikan yaitu dari 14,6% pada tahun 2007 menjadi 0,8% pada tahun 2011.
Sedangkan pencapaian rata-rata cakupan vitamin A pada balita 6-59 bulan sampai
dengan bulan Februari 2012 sebesar 82,8%.
C.
Gangguan akibat kekurangan iodium (GAKI)
Hasil studi
intensifikasi penanggulangan GAKI (IP-GAKI) tahun 2002/2003, hasil riskesdas
2007 menunjukkan hasil yang konsisten bahwa rata-rata EIU dalam batas normal.
Bahkan hasil Seanuts tahun 2011 juga menunjukkan hasil yang sama (batas normal)
yaitu 228 µg/L. Dari hasil survei yang sama diketahui proporsi
EIU <100µg/L telah dibawah 20% yaitu 12,9µg/L pada tahun 2007 dan turun menjadi 11,5µg/L pada tahun 2011. Hasil pemantauan konsumsi garam
beriodium pata haun 2012 di 29 propinsi menunjukkan cakupan sebesar 87,9% rumah
tangga mengkonsumsi garam beriodium.
D.
Anemia gizi besi
Data SKRT 2001
menunjukkan prevalensi anemia pada ibu hamil mencapai 40,1%. Cakupan ibu hamil
yang mendapat 90 tablet Fe pada tahun 2012 sebesar 85% yang belum mencapai
target 90%. Pada anak balita, studi masalah gizi mikro di 10 propinsi tahun
2006 masih dijumpai 26,3% balita yang menderita anemia gizi besi dengan kadar
Hb kurang dari 11,0 gr/dl. Pada tahun 2011 telah mengalami penurunan menjadi
17,6%.
E.
Masalah gizi lebih
Masalah gizi lebih telah
mengalami peningkatan sebesar 2% sejak tahun 2007 sampai 2010. Berdasarkan data
Riskesdas 2010, status gizi balita gemuk mengalami peningkatan dari 12,2% di
tahun 2007 menjadi 14,2%.
Sumber
: Kemenkes RI, 2013, Rencana Kerja Pembinaan Gizi Masyarakat Tahun 2013,
Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA, Jakarta.
ARTIKEL TERKAIT: