Artikel Ilmiah - Paradigma Penelitian


Paradigma merupakan perspektif riset yang digunakan peneliti yang berisi bagaimana peneliti melihat realita (world views), bagaimana mempelajari fenomena, cara‐cara  yang  digunakan dalam penelitian dan cara‐cara yang digunakan dalam menginterpretasikan temuan. 

Dalam konteks desain penelitian, pemilihan paradigma penelitian menggambarkan pilihan suatu  kepercayaan  yang  akan mendasari dan
memberi  pedoman seluruh proses penelitian (Guba, 1990). Paradigma penelitian menentukan masalah apa yang dituju dan tipe penjelasan apa yang dapat diterimanya (Kuhn, 1970).

Macam paradigma penelitian
  • Paradigma positivis. Secara ringkas, positivisme adalah pendekatan  yang diadopsi dari ilmu alam yang menekankan pada kombinasi antara angka dan logika deduktif dan penggunaan alat‐alat kuantitatif dalam menginterpretasikan suatu fenomena secara “objektif”. Pendekatan  ini berangkat dari keyakinan bahwa legitimasi sebuah ilmu dan penelitian berasal dari penggunaan data‐data yang terukur secara tepat, yang diperoleh melalui survai/kuisioner dan dikombinasikan dengan statistik dan pengujian hipotesis yang bebas nilai/objektif (Neuman 2003). Dengan cara itu, suatu fenomena dapat dianalisis untuk kemudian ditemukan hubungan di antara variabel‐variabel yang terlibat di dalamnya. Hubungan tersebut adalah hubungan korelasi atau hubungan sebab akibat.

  • Paradigma  interpretif. Pendekatan interpretif berasal dari filsafat Jerman  yang menitikberatkan pada peranan bahasa, interpretasi dan pemahaman di dalam ilmu sosial. Pendekatan ini memfokuskan pada sifat subjektif dari social world dan berusaha memahaminya dari kerangka berpikir objek yang sedang dipelajarinya. Jadi fokusnya pada arti individu dan persepsi manusia pada realitas bukan pada realitas independen yang berada di luar mereka (Ghozali dan Chariri, 2007). Manusia secara terus menerus menciptakan realitas sosial mereka dalam rangka berinteraksi dengan yang lain (Schutz, 1967 dalam Ghozali dan Chariri, 2007). Tujuan pendekatan interpretif tidak lain adalah menganalisis realita sosial semacam ini dan bagaimana realita sosial itu terbentuk (Ghozali dan Chariri, 2007).

  • Paradigma  critical. Menurut Neuman (2003), pendekatan critical lebih bertujuan untuk memperjuangkan ide peneliti agar membawa perubahan substansial pada masyarakat. Penelitian bukan lagi menghasilkan karya tulis ilmiah yang netral/tidak memihak dan bersifat apolitis, namun lebih bersifat alat untuk mengubah institusi sosial, cara berpikir, dan perilaku masyarakat  ke arah yang diyakini lebih baik. Karena itu, dalam  pendekatan ini pemahaman yang mendalam tentang suatu fenomena berdasarkan fakta lapangan perlu dilengkapi dengan analisis dan pendapat yang berdasarkan keadaan pribadi peneliti, asalkan didukung argumentasi yang memadai. Secara ringkas, pendekatan critical didefinisikan sebagai proses pencarian jawaban yang melampaui penampakan di permukaan saja yang seringkali didominasi oleh ilusi, dalam rangka menolong masyarakat untuk mengubah kondisi mereka dan membangun dunianya agar lebih baik (Neuman, 2003:81).


Paradigma Penelitian dalam Membangun Teori
  • Paradigma positif. Paradigma ini mencoba mengembangkan teori berdasarkan pendekatan deduktif dengan diawali dengan review atas literature dan mengoperasionalkannya dalam penelitian. Hipotesis kemudian dikembangkan dan diuji dengan menggunakan data yang ada berdasarkan pada analisis statistik. Oleh karena itu, pendekatan ini cenderung mengkonfirmasi, atau merevisi atau memperluas teori (refinement) melalui analisis hubungan sebab akibat (causal analysis).
  • Paradigma interpretive. Tujuan dari pengembangan teori dalam paradigma ini adalah untuk menghasilkan deskripsi, pandangan‐pandangan dan penjelasan tentang peristiwa sosial tertentu sehingga peneliti mampu mengungkap sistem interpretasi dan pemahaman (makna) yang ada dalam lingkungan sosial.
  • Radical Humanist. Dalam konteks paradigma  ini, pengembangan teori didasarkan pada agenda yang bersifat politis. Hal ini disebabkan tujuan dari teori adalah untuk menguji legitimasi tentang konsensus sosial tentang makna (meaning) dan untuk mengungkap adanya distorsi komunikasi dan mendidik individu untuk memahami cara‐cara yang menyebabkan munculnya distorsi tersebut (Forester 1983 dan Sartre 1943). Intinya, paradigma ini berusaha mengkritisi dan menjelaskan mengapa (why) realitas sosial dibentuk dan menanyakan alasan atau kepentingan apa yang melatarbelakangi pembentukan realitas sosial tersebut. 
  • Radical strukturalist. Perumusan teori dalam paradigma ini didasarkan pada model pencarian pengetahuan (mode of inquiry) yang bersifiat kritikal, dialektikal dan historis. Tujuan teori adalah untuk  memahami, menjelaskan, mengkritik dan bertindak atas dasar mekanisme struktural yang terdapat dalam dunia sosial atau organisasi dengan tujuan utama melakukan transformasi melalui collective resistence dan perubahan radical (Heydebrand 1983). Proses perubahan dilakukan  melalui observasi terhadap kondisi sosial atau organisasi dan pengembangan teori melibatkan proses berpikir ulang (rethinking) atas dasar data  yang  ada dan dianalisis dengan menggunakan perspektif  yang berbeda  (Gioia dan Pitre  1993).  Bagi  structuralist,  proses  pengembangan  teori  dilakukan melalui  argumentasi  dengan menyoroti bukti historis bahwa ada dominasi tertentu yang harus diubah dalam struktur masyarakat atau organisasi.

ARTIKEL TERKAIT:

Entri Populer